Lebih Dekat dengan Jamaluddin M.Syamsir

Dalam beberapa bulan terakhir ini kita baru saja disuguhi perhelatan demokrasi lima tahunan. Para politisi atau yang coba-coba jadi politisi bertebaran hingga pinggir-pinggir jalan, persimpangan, tembok rumah, pagar halaman, di body kendaraan, di pepohonan dan sebagainya.

Jika kita tanya apa motif mereka menjadi calon legislatif (caleg), jawabannya nyaris sama: pragmatis, sempit, subyektif, menduga-duga dan dangkal, tanpa kuasa menjelaskan esensinya.” Ya pokoknya saya kalau terpilih akan memperjuangan anu….”. Titik.

Bahkan, mereka tak paham ihwal bagaimana kelak  sistem dan prosedur keputusan politik diambil. Bahwa setiap keputusan politik selalu berawal dan berakhir dalam keadaan yang tidak optimal, tak sepenuhnya utuh.

Tapi jangan pesimis dulu, sebab jika kita jeli, ternyata ada juga bibit-bibit politisi berkualitas yang turut berkompetisi dalam Pileg 2019 ini dan akan berlanjut dengan Pilkada serentak 2020. Mereka adalah sosok politisi yang menjalankan amanat undang-undang secara konsisten dan bertanggung jawab. Politisi jenis biasanya ini menggunakan akal sehat dan nurani yang bersih untuk menjalankan amanat konstitusi demi kesejahteraan masyarakat.

Di event Pilkada serentak kabupaten Bulukumba (Sulawesi Selatan) misalnya, muncul nama Jamaluddin M.Syamsir (JMS). Mantan aktivis mahasiswa dan kepemudaan yang kini jadi politisi ini berulang kali bertemu tanpa rencana di Jakarta, setelah sekian tahun tak bersua.

Kesan pertama berjumpa ‘Jaja’- begitu dirinya kerap disapa- dia pribadi yang santun, murah senyum dan bahasa tubuhnya memiliki aura yang positif. “Apa kabar kak, lama ki’ tidak ketemu. Sehat ki’?” sapa putra kelahiran Kajang, Kabupaten Bulukumba, 21 Februari 1978  ini dengan akrab.

Sebab itu, saya tertarik untuk selalu meluangkan waktu berbincang dengannya setiap bertemu. Mungkin sudah beberapa kali saya terlibat perbincangan dengan Jaja, meski belum masuk kategori intensif dan berdiskusi. Tapi, saya mengingat tiap kalimatnya dan isi pikiran.

Gambaran umumnya, sebagai mantan aktivis HMI yang bertransformasi sebagai politisi muda, Jamaluddin M.Syamsir (JMS) punya kemampuan untuk mengembangkan dirinya sendiri dan publik menuju kehidupan yang lebih beradab menurut prinsip-prinsip demokrasi modern.

Hal ini sangat signifikan dalam membangun kehidupan berdemokrasi di daerah kelahirannya, kabupaten Bulukumba, setidaknya bagi warga masyarakatnya. Sejak beberapa tahun “merantau” ke Jakarta, mantan Ketua KNPI Sulawesi Selatan ini saya amati semakin matang dan juga punya kemampuan dan sedang menuju titik optimasi dalam hal membangun retorika dan diplomasi politik.

Maka, kedepan, kualitas kinerja politik JMS sudah dapat ditebak, karena hal itu bisa ditakar dari cara ia menyampaikan “tutur politik” (political speech), dan bukan berdasarkan “talenta retorik” (rhetorical talent).

Sebuah “tutur politik” merupakan hasil pertimbangan dan analisis kritis terhadap realitas yang dihadapi demi membangun diskursus politik yang egaliter demi kebaikan bersama. JMS bersikap terbuka  dalam tuturan politik, dimana semua pihak menjadi “rekan dialog”, sehingga ia mendapat nilai-nilai dan fakta realitas yang banyak,  yang akan sangat berguna baginya bila kelak menjadi pemimpin daerah dan masyarakat.

Gaya  berpolitik JMS, tentu dengan dukungan timnya, adalah  sebuah tindakan komunikatif, sebuah “tutur tindakan” (speech act) yang tidak hanya terbatas pada retorika melainkan terbuka terhadap “aksi nyata” dengan menghargai pluralitas dan pluriformitas semua pihak melalui deliberasi politik yang egaliter.

Dengan kata lain, saya memprediksi, JMS kelak berpeluang menjadi calon pemimpin dan sekaligus politisi yang mampu mengantar masyarakat yang dipimpinnya kepada perubahan paradigmatik tentang saling menghargai, harmoni, kerukunan dan mewujudkan harapan warga masyarakat. *** (Rusman Madjulekka)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *