DPD RI DORONG PERCEPATAN PEMBAHASAN RUU MASYARAKAT HUKUM ADAT
Jakarta-PS. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melalui Tim Kerja Akselerasi berkomitmen mempercepat pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang merupakan RUU Prioritas DPD RI. Percepatan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat ini merupakan kelanjutan dari RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat yang telah disahkan DPD pada 2018. Ketua Tim Kerja Akselerasi DPD RI, Teras Narang, dalam keterangannya yang diterima redaksi parlemen senayan, 28 April 2025, menegaskan sebagai lembaga representasi daerah, DPD RI memandang penting menghadirkan undang-undang yang mengatur secara komprehensif pengakuan, perlindungan, pemberdayaan, serta peran aktif masyarakat hukum adat dalam pembangunan nasional dan pembentukan kebijakan negara yang berkeadilan. Walaupun demikian, tentu perlu disadari bahwa proses yang ada tidaklah mudah dan banyak tantangan yang harus dihadapi.
Untuk memperkuat komitmen DPD RI, melalui Tim Kerja Akselerasi menyelenggarakan kegiatan diskusi bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan KEMITRAAN (28/04). Melalui diskusi AMAN yang diwakili oleh Rukka Sombolinggi menyampaikan bahwa keberadaan RUU ini sangat krusial mengingat selama ini, belum ada ketentuan hukum yang sah yang mengatur tentang masyarakat hukum adat, sehingga pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat masih terjadi. Rukka melanjutkan, sejumlah konflik agraria di wilayah adat, yang dalam satu dekade terakhir tercatat mencapai 678 kasus dengan dampak kehilangan wilayah adat seluas 11,07 juta hektar. AMAN juga menyoroti bahwa RUU yang disusun DPD RI telah mendekati kebutuhan hukum masyarakat adat, namun tetap diperlukan penyempurnaan terutama terkait sinkronisasi dengan undang-undang lex specialist lainnya. Perwakilan AMAN juga menekankan pentingnya menghapus stigma bahwa masyarakat adat anti terhadap pembangunan, mengingat kenyataannya masyarakat adat mendukung pembangunan yang menghormati hak dan wilayah adat mereka.
Sementara itu, KEMITRAAN yang diwakili oleh Moch Yasir Sani menambahkan, selama lebih dari tiga dekade, pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat terus berputar-putar di DPR dan pemerintah tanpa kejelasan pengesahan. RUU ini bukan hanya berbicara tentang masa lalu atau kondisi saat ini, tetapi harus mampu merancang kebutuhan masa depan masyarakat adat yang adaptif terhadap perubahan zaman, memperhatikan aspek inklusivitas seperti peran perempuan, penyandang disabilitas, dan anak-anak dalam komunitas adat.
Selain itu, disampaikan pentingnya penyempurnaan beberapa aspek dalam RUU, termasuk menambahkan bab tentang tata kelola pemerintahan masyarakat adat yang baik; menyederhanakan mekanisme pengakuan hak adat agar lebih mudah, murah, dan legal; serta menjamin peran organisasi masyarakat sipil dalam advokasi dan perlindungan hak masyarakat adat.
Penyusunan RUU DPD ini juga diapresiasi oleh AMAN dan KEMITRAAN, karena menggunakan pendekatan objek selain subjek, yang diharapkan mengakui posisi masyarakat adat yang selama ini teralienasi. Anggota Tim Akselerasi, Ismeth Abdullah, menyampaikan bahwa RUU ini harus memperkuat persatuan nasional tanpa membuka celah konflik baru, serta perlu adanya redefinisi masyarakat adat agar lebih relevan dengan perkembangan investasi dan perubahan sosial ekonomi. Pada sisi yang lain, Anggota Tim Akselerasi, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menyoroti bahwa kepentingan adat dengan pembangunan nasional seharusnya tidak bertentangan dan justru harus berintegrasi dan selaras. Sejalan dengan itu, Anggota Tim Akselerasi lainnya, Bisri As Shiddiq Latuconsina, menuturkan eksistensi RUU Masyarakat Hukum Adat ini, dapat menggiring rasa nasionalisme, kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Amirul Tamim, yang juga anggota Tim, menyoroti mengenai judul yang tepat dari RUU ini, apakah Masyarakat Hukum Adat atau Pelindungan Hak Masyarakat Adat, perlu dielaborasi lebih jauh. Untuk menindaklanjuti hal ini, Sekretaris Tim Akselerasi, Abdul Kholik menekankan perlunya data valid mengenai pelanggaran hak masyarakat adat dan waktu pembahasan untuk menyempurnakan draf RUU.
Dengan diskusi ini, baik DPD RI, AMAN maupun KEMITRAAN berharap RUU Masyarakat Hukum Adat/Perlindungan Hak Masyarakat Adat dapat segera dilakukan pembahasan dan disahkan menjadi undang-undang pada tahun 2025, sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam mengakui, melindungi, dan memberdayakan masyarakat adat di seluruh nusantara. (ams***)