Lelaki itu Marwan!

“Apa yang membedakan sosok Marwan Cik Asan (MCA) dengan wakil rakyat lainnya di Senayan?” tanya seorang kawan, suatu hari di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, dengan penasaran. Sebab ia masih percaya pandangan umum selama ini semua anggota dewan itu sama saja.

“Berdasarkan beberapa informasi dan penelusuran jejak rekam, saya kira profil wakil rakyat yang satu ini agak lain,” jawab saya singkat. Pasalnya, sosok Marwan- begitu ia akrab disapa- adalah karena ia bukan politisi murni. Tapi perpaduan antara ilmuan (akademisi) dan politisi. Dan biasanya jika seorang ilmuan yang kemudian terjun ke dunia politik, maka akan mengalami transformasi peran dengan menjelma jadi seorang “juru racik” atau “koki politik” yang mengolah dan menggodok semua ide,gagasan dan wacana sebelum dilempar ke publik.

Marwan menapaki karirnya dari kampus. Putra kelahiran Way Tuba (Lampung), 18 Maret 1976 ini adalah alumni dari Universitas Indonesia (UI). Ia merupakan lulusan Fakultas Teknik tahun 1997. Marwan kemudian melanjutkan studinya (S-2) dengan mengambil bidang keuangan. Marwan terbilang setia kepada almamaternya. Ia pun memutuskan untuk mengawali karirnya sebagai staf pengajar (dosen) di UI pada tahun 1999 hingga 2000. Selain mengajar di UI, Marwan juga menjadi dosen di Univesitas Bina Nusantara (BINUS) pada tahun 2000 hingga 2002.

Pertama kali keterlibatannya di dunia politik dengan masuk partai besutan SBY sebagai ketua bidang pada DPC Partai Demokrat Way Kanan, Lampung (2004 – 2009). “Saya tetap ingat kampung halaman dan ketika beberapa warga datang meminta saya untuk mengabdi membangun daerah, rasanya tak kuasa mengecewakan mereka,” ujar Marwan mengenang masa awalnya berkiprah di politik. Ia pun berproses sebagai kader, dan kemudian terpilih menjadi Wakil Ketua I DPD Partai Demokrat Lampung. Pada Pemilu 2009, Marwan terpilih menjadi Ketua DPRD provinsi Lampung hingga 2014.

Pada Pemilu 2014, Marwan kemudian “naik kelas” ke tingkat pusat dan berhasil menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Demokrat setelah memperoleh 46.940 suara untuk Dapil Lampung II. Ia pun dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan. “Alhamdulilah pada Pemilu tahun ini (2019) rakyat Lampung masih memberikan kepercayaannya kepada saya. Insya Allah saya tidak mengecewakan amanah tersebut,” ungkapnya.

Kepada kawan tadi, saya pun tiba-tiba teringat dan menambahkan argumentasi lain yang berbeda dari seorang MCA. Dia sosok yang punya pengalaman dan kapasitas untuk “menjembatani” antara aspirasi dan kepentingan daerah (karena pernah jadi Ketua DPRD Provinsi Lampung) dan kepentingan pusat (kini anggota DPR-RI).

Dimata staf dan kawannya, Marwan itu sosok humoris tetapi penuh ketegasan. Ia juga pandai mengkomunikasikan dirinya kepada siapapun lawan bicaranya. Tanpa perlu melihat status dirinya dan juga orang lain.

Maka tak mengherankan jika orang-orang yang pernah bertemu dan berbincang ringan dengannya, langsung berkata dia wakil rakyat yang social clear. Sebuah pengungkapan yang mengisyaratkan jika Marwan adalah sosok yang selalu ramah dengan siapa saja.

Begitupun dalam hal berdiskusi tentang pembangunan, lagi-lagi tak mengenal merek. “Siapapun itu, sepanjang berpikir positif apalagi tentang kemajuan bangsa dan daerah, hati dan pikiran saya selalu terbuka. Bahkan kerap saya diskusi dengan pedagang kaki lima atau sopir saat senggang. Intinya siapapun dia, saya percaya semua manusia punya potensi untuk menunjukkan kebenaran, apalagi sebagai wakil rakyat, saya terbuka untuk hal-hal seperti itu,” ungkap politisi yang gemar jogging untuk menjaga kesehatannya.

Mungkin itu ungkapan berlebihan jika dikait-kaitkan dengan citra politik seorang Marwan Cik Asan, tetapi ia menganggapnya biasa saja. Kami hanya menceritakan apa kesan dan persepsi publik yang dirasakan dengan politisi muda yang selalu konsisten dengan perjuangan hidupnya, baik di dunia sosial kemasyarakatan yang telah mematangkan dirinya, di dunia akademik yang telah membesarkannya maupun di dunia politik yang telah melambungkan reputasinya.

Sesaat kami bangga dengan politisi yang berkarir dari bawah ini yang menurut kami punya kharisma, ramah, tetapi lebih pilih diam dari publikasi. Bahkan ketika mencermati lembar-lembar dokumentasi hasil kerja-kerja politik yang sudah dilakukannya sebagai wakil rakyat, hanya berujar singkat, ”Ah…biasa saja.” ***(Rusman Madjulekka).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *